Danny memarkir mobilnya di depan sanggar model milik mamanya. Mama Danny memang seorang pragawati ataupun modeling di kota ini. Memang mama Danny sangat berparas cantik, tinggi, dan sangat rupawan. Tetapi, Danny tidak terlalu memperhatikan itu. Ia kesal karena mamanya kurang memperhatikannya. Walaupun materi tercukupi, tapi Danny selalu merasa sendiri, nggak ada yang memperhatikan atau menyayanginya. Orang tuanya selalu sibuk dengan pekerjaan mereka sendiri-sendiri. Makanya Danny tumbuh menjadi anak yang bandel, dan malas. Makanya dijuluki ‘si bengal’ oleh teman-temannya. Dia cuek banget, dan gak menampakkan diri sebagai orang kaya yang cendekiawan. Padahal dia adalah putra tunggal seorang pengusaha kaya dan peragawati cantik. Tapi nggak jarang dia naik angkot. Padahal, di rumahnya sudah disediakan motor gede dengan modifikasi yang mahal dan sebuah mobil keren yang siap nganterin ke mana aja.
Turun dari angkot tua, dia nggak sabar nunggu mamanya di luar. Dia langsung menyusul mamanya di dalam. Saat melihat ke dalam dia kaget melihat mamanya berbincang-bincang dengan seorang perempuan yang tidak asing lagi baginya. “Bella? Kenapa dia ada di sini sih? Mau ngapain ya?” batinnya. Melihat Danny bengong di depan pintu mama memanggilnya. “Dan sayang, mama mau memperkenalkan kamu sama putri teman mama di Jakarta. Dia mau belajar model sama mama di sini. Dia udah sering ikut lomba modeling dari kecil. Cantik ga? Namanya Bella, B-e-l-l-a” jelas mama.
Danny pun keluar sambil bermuka bengong. Dari luar ia berteriak, “Danny udah kenal ma! Gak asing, itu temen sekelas Danny.”
“Dan, kamu bisa nganterin Bella pulang gak? Soalnya sopirnya lagi pulang kampun tuh.” Jawab mama. Dengan terpaksa Danny mengangguk-angguk dan meminjam mobil mama untuk mengantarkan Bella pulang.
Sepanjang perjalanan ke rumah, mama tampak berbincang-bincang terus dengan Bella, mau nanyain urusan prestasi, sekolah, sampai keluarganya. Apalagi tiba-tiba Bella berbicara mengenai pelajarn di sekolah.
“Tante, kelihatanya Danny perlu bimbingan belajar. Kan tante udah sibuk, papa Danny juga sibuk, makanya Danny sering gak buat pr. Tadi dia gak ngumpulin tugas kimia. Akhirnya, dihukum sama pak Guru, tante. Trus kan ini udah mau ujian kenaikan kelas, kalau Danny gak ngerjain pr terus kayak gini, trus males gak mau belajar kan takutnya.....”
Belum sempat meneruskan pembicaraan, Danny segera memotong, “Takutnya apa? Takut aku gak naik kelas? Itu bukan urusanmu, ini urusan gue. Kenapa sih kamu sok tau, sok peduli sama aku? Udah deh, urusin hidup loe dulu.” Danny tampak tersinggung dengan ucapan Bella.
“Danny, kamu jangan gitu. Maksud Bella baik. Dia gak mau kalo kamu tinggal kelas. Dia juga hanya mau nasihatin kamu kok. Mama tahu, selama ini mama sibuk. Jadi gak sempat ngurusin kamu. Mama minta maaf. Gini aja, gimana kalo mulai besok kamu belajar aja sama Bella?”, tiba-tiba mama mengusulkan ide itu.
Bella tamapak ragu. “Itu...itu tergantung Danny, tante. Terus terang Bella mau ngajarin yang Danny belum bisa, tapi kalau Dannynya gak mau ,, ya sudah, gak papa.” , dengan terpaksa Danny mau belajar bersama Bella demi mamanya.
Hampir tiap sore Danny ke rumah Bella untuk belajar bersama. Dengan cueknya Danny bersms-ria dengan Danu, tiap kali Bella menerangkan.
“ Nah, gitu caranya. Sekarang coba kamu kerjain nomer 2. Danny... Dan...” HP Danny berdering, tanpa menghiraukan ucapan Bella, diangkatnya telpon itu.
“Hai, Bro. Apa? Sekarang? Seru banget yah? Wah sayang gue gak bisa nonton. Ini lagi dengerin bu professor cermah. Iya, nyokap gue maksa belajar bareng sama dia. Ya terpaksa deh, nurut aja....”
Bukk!! Tumpukan buku di meja dijatuhkan Bella ke lantai. Mata Bella berkaca-kaca. Tampaknya Bella udah gak kuat diperlakukan kayak gitu.
“ Jadi kamu gak ikhlas, kamu terpaksa belajar sama aku? Aku udah capek-capek nerangin, ngluangin waktu buat loe, kamu anggap itu semua Cuma ceramah? Baik, kalo loe lebih suka konser musik, ya udah nonton sana! Aku udah gak peduli sama kamu. Seperti yang kamu omongin itu bukan urusanku!”
Danny kaget mendengar kata-kata Bella. Ditutupnya telepon dari Danu. Baru kali ini dia melihat Bella yang ceria selalu, sekarang menangis. Entah kenapa Danny tersentuh. Diusapnya air mata Bella. “Bella, ma....maafin aku. Aku nggak bermaksud....”
“ Cukup, Dan! Aku udah gak tahan lagi kalo diperlakuin gini terus. Emang apa sih salahku sama kamu? Aku lakuin ini karena gue peduli sama loe!! Sekarang kamu bebas. Lakuin apa aja yang kamu suka. Dan gak usah belajar lagi sama aku, dan gak usah ke sini lagi...”
Bella melepaskan tangan Danny.
Seharian Danny bengong di sekolah. Dia hampir gak melihat senyuman Bella lagi. Bahkan mereka nggak bertegur sapa. Entah kenapa matanya terus mengikuti langkah Bella kemanapun Bella pergi. Saat istirahat, Ivan mengajak Bella ke kantin. Mereka tampak serasi. Apalagi, gosip yang beredar, Ivan sedang gencar melakukan pendekatan pada Bella. Entah kenapa kali ini Danny merasa cemburu.
” Apa? Gue cemburu? Yang bener aja kali>.. ya nggak lah, nggak mungkin gue suka sama Bella!” batin Danny.
Danny memarkir motor di depan rumah Bella. Dengan ragu-ragu ia mengetuk pintu rumah Bella. Wajah Bella tampak kaget dengan kedatangan Danny lengkap dengan ransel di punggungnya.
“ Mau apa kamu ke sini?” tanya Bella nggak ramah.
“ Mau belajar sama kamu, aku sadar selama ini aku salah. Harusnya aku berterima kasih ada yang peduli sama aku, mau ngajarin aku secara sukarela. Aku nggak mau kalau nggak naik kelas, Bell. Aku malu sama diriku yang begitu sombong, nggak ngehargai kamu. Aku nyesel. Maafin aku ya ,Bell. Mau kan kamu ngajarin aku lagi?” Wajah Danny tampak memohon. Melihat wajahnya yang memelas, Bella mempersilahkan Danny masuk.
Perubahan drastis terjadi pada Danny. Dia jadi lebih rajin, nggak malas lagi. Nggak bandel lagi. Bahkan udah nggak pernah telat masuk lagi. Yang paling menonjol, sikapnya pada Bella nggak lagi acuh, bahkan sangat perhatian.
Suatu sore saat mereka sedang belajar bersama, Danny mengeluarkan sesuatu dari ranselnya.
“ Buat kamu....” katanya pelan.
“ Buatku? Heh tumben kamu bawain aku kado. Aku kan nggak lagi ulang tahun?” Bella tampak heran.
“ Itu ucapan terimakasih aku, Bel. Kamu udah banyak bantu aku. Tanpa kamu, aku nggak bakal banyak berubah.”
Bella tersenyum. “ Aku lakukan ini tulus, karena aku peduli sama kamu, sayang sama kamu. Sebagai teman”, jawab Bella.
“ Teman? Cuma teman? Kalau aku pengen lebih dari teman gimana?” tanya Danny terus terang.
“ Ka...kalau itu aku..aku..” Bella nggak melanjutkan kalimatnya. Dia tampak grogi.
“ Kenapa, Bel? Apa karena kamu suka sama Ivan, atau yang lain. Aku tahu kamu cocok sama Ivan. Kalian sama-sama pintar, ganteng dan cantik, sama-sama aktivis...”
“ Hussss, aku sama Ivan itu cuma teman. Kami dekat karena kepentingan yang sama. Lagian aku nggak mungkin suka sama dia karen sejak pertama masuk aku udah suka sama seseorang.” Bella tampak tersipu.
Wajah Danny tegang. Berharap agar Bella juga menjawab sesuatu yang menyenangkan. Dia memaksa bertanya-tanya terus, “Siapa Bel, Anton si ketua OSIS? Atau Budi si pemain basket? Ataupun Rifki anak paskibra?” tanya Danny penasaran.
Sementara Bella hanya senyum-senyum, “ Bukan, cowok yang aku suka sejak pandangan pertama adalah...... ‘si bengal Danny,” tawanya pecah.
“ Hah? Yang benar? Serius? Bel, kamu bercanda kan?” Bella tertawa senang.
“ Benar Danny, suer dech! Itulah kenapa aku mau jadi guru privatmu, mau kamu omelin, rela kamu cuekin, kamu ejek, kamu caci, kamu.....”
“ Ssttt.... cukup” jemari Danny ditempelkan di bibir Bella.
“ Si Bengal ini nggak akan cuekin kamu lagi, nggak akan ngejek kamu lagi, karena aku sayang banget sama kamu.”
Ekspresi wajah Bella berubah ceria. Diusapnya kening Danny.
“ Kamu nggak lagi demam kan, Dan? Nggak salah ngomong tadi?” canda Bella sekan gak percaya...
Keduanya membuka kado dan duduk bersama di taman dekat rumah Bella. Danny tersenyum bahagia. Dia tidak menyangka bakal jatuh cinta pada orang yang selama dia benci setengah mati. Dia teringat kata-kata mama yang asli solo itu, “witing tresno jalaran soko kulino”.
Tampaknya hal itu memang benar. Dan sekarang Danny benar-benar mengalaminya.